NUNUKAN – Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan oleh berita sawer massal kepada salah satu Disc Jockey (DJ) Nasional di Sulawesi Selatan. Tidak berselang lama, ada anggota DPRD Lampung yang juga viral karena menghamburkan uang jutaan rupiah sebagai saweran juga kepada seorang DJ.
Dalam kedua kasus itu, kata sawer berkonotasi negatif, karena niat si pemberi sawer lebih mengarah kepada pamer kekayaan, dan kurang menghargai uang karena diberikan dengan cara dihambur – hamburkan. Padahal secara umum, sawer adalah memberikan sejumlah uang sebagai bentuk apresiasi atau penghargaan kepada pemain yang melakukan pertunjukan.
Di berbagi daerah, kata sawer sudah sangat akrab di telinga masyarakat, Tidak terkecuali bagi masyarakat di Kabupaten Nunukan, terutama masyarakat Suku Dayak di Wilayah Kabudaya. Bagi masyarakat di Kabudaya, memberikan sawer berupa sejumlah uang adalah hal yang sangat lumrah, dan memiliki makna positif. Bukan untuk pamer kekayaan, tetapi lebih kepada sebagai ungkapan terima kasih karena telah membuat sebuah acara menjadi lebih semarak.
Sawer atau nyawer bagi masyarakat Dayak di Kabudaya biasanya diberikan kepada para penari, dan masyarakat yang ikut menari semajau, sebuah tarian tradisional khas suku dayak. Sawer biasanya dilakukan oleh tokoh masyarakat, para pengusaha, termasuk para pejabat. Nilai uang yang diberikan juga tidak terlalu besar, biasanya berupa uang 20, 50 atau 100 ribuan rupiah.
Tradisi sawer inilah yang juga dilakukan oleh istri Bupati Nunukan Andi Annisa Muthia S dan istri Wakil Bupati Nunukan Susanti ketika menghadiri Acara Syukuran Atas Terpilihnya Pasangan H. Irwan Sabri dan Hermanus sebagai Bupati Nunukan dan Wakil Bupati Nunukan Periode 2025 – 2030 di Desa Tanjung Hulu, Lumbis, Rabu (21/5).
Mereka ikut berbaur bersama puluhan penari, dan memberikan sawer kepada penari – penari tersebut satu per satu. Sambil tetap menari, keduanya mengambil uang dari saku celananya dan memberikannya kepada para penari.
Para pejabat, Bupati, Wakil Bupati, bahkan gubernur di wilayah Kalimantan Utara sangat terbiasa memberikan sawer. Bukan untuk pamer, melainkan sebagai bentuk apresiasi, memberikan semangat, serta untuk menjaga tradisi di masyarakat. Tidak ada yang salah dalam tradisi sawer, semua sangat tergantung dari niat dan cara pandang setiap orang.
(PROKOMPIM)