Andi Yakub Paparkan Aspirasi Masyarakat Sebatik dalam Rapat Strategis Bersama Deputi I KSP

JAKARTA – Anggota DPRD Kabupaten Nunukan, Andi Yakub, S.Kep., Ns., menghadiri rapat strategis lintas kementerian dan lembaga yang diselenggarakan oleh Deputi I Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP), untuk memaparkan urgensi pengaktifan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sebatik dan menyampaikan langsung aspirasi masyarakat perbatasan,(14 Mei 2025).

Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Utama, Gedung Bina Graha, Kantor KSP, dipimpin oleh Plt. Deputi I Kepala Staf Kepresidenan, Letjen TNI (Purn) Dr. Hilman Hadi, S.IP., MBA., M.Han., dan dihadiri oleh pejabat tinggi dari berbagai kementerian dan lembaga, antara lain BNPP, Kemenko Polhukam, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian PUPR, TNI, Polri, dan Imigrasi.

Dalam forum tersebut, Andi Yakub menyampaikan kondisi aktual Pulau Sebatik, termasuk meningkatnya kasus penyelundupan narkoba, perdagangan orang (TPPO), miras ilegal, dan barang non-prosedural akibat ketiadaan entry-exit point resmi. Ia menegaskan pentingnya pengaktifan PLBN Sebatik sebagai solusi strategis dalam memperkuat pengawasan lintas batas, menata perdagangan rakyat, dan menutup celah kejahatan transnasional.

“PLBN bukan hanya bangunan megah, tapi simbol kehadiran negara di tapal batas. Masyarakat Sebatik sudah terlalu lama menjaga perbatasan dengan keterbatasan. Kami berharap negara hadir tidak hanya lewat fisik, tapi juga sistem dan perlindungan yang nyata,” ungkap Andi Yakub.

Ia menyampaikan empat pokok aspirasi masyarakat Sebatik:

1. PLBN adalah wajah negara, bukan sekadar bangunan.

2. Diperlukan skema perdagangan lintas batas yang sah dan berpihak pada rakyat.

3. Masyarakat Sebatik yang loyal terhadap NKRI berharap keadilan pembangunan.

4. Ajakan kolaborasi agar PLBN segera diaktifkan sehingga bermanfaat, bukan hanya monumen.

Plt. Deputi I KSP, Letjen TNI (Purn) Dr. Hilman Hadi, menyampaikan bahwa PLBN Sebatik akan dijadikan pilot project nasional dan diupayakan berfungsi dalam tahun 2025. Beliau menegaskan bahwa dalam waktu dekat KSP akan melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Nunukan dan Provinsi Kalimantan Utara, serta meninjau langsung ke lokasi PLBN Sebatik. Dalam kesempatan itu, beliau juga memerintahkan seluruh pihak yang hadir untuk melaksanakan hasil kesepakatan dan mempercepat proses aktivasi PLBN Sebatik.

“Ini bukan lagi soal perbatasan, tapi tentang rasa keadilan bagi warga negara. Kami berterima kasih atas komitmen semua pihak, dan berharap langkah besar ini menjadi awal yang nyata bagi masa depan Sebatik dan Indonesia,” pungkas Andi Yakub.

(DPRD Nnk)

Desak Presiden Prabowo Cabut PP 28/2024, Ketum APKLI: Jutaan Asongan & Tarling Kehilangan Pendapatan

Jakarta,Berandankrinews.com
Menjelang matahari diatas kepala dibilangan Jakarta Pusat, Kamis, 15/5/2025, Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia, dr. Ali Mahsun ATMO, M Biomed. bercengkrama dengan PKL Tarling Tarman. “Berapa Kopinya Bang? tanya Ali Mahsun ATMO. “Lima Ribu Pak”, jawab Tarman PKL Tarling. Kemudian Ali kembali bertanya, “Jual Rokok Bang, satu bungkus ya? Tarman spontan menjawab, … hanya jual eceran pak? Kenapa hanya jual eceran? tanya Ali Kembali. “Tidak ada modal dan untungnya sedikit jual rokok bungkus pak. Jual rokok eceran untungnya lumayan besar dan jadi pendapatan utama kami sehar-sehari, imbuh Tarman. “Berapa 4 batang rokok JS Bang? tanya Ali. RP 10 Ribu Pak, pungkas Tarman.

Jual rokok eceran atau batangan menjadi sumber utama penghasailan PKL Tarling (Kopi Keliling). Lebih dari itu, ketika larangan jual rokok eceran yang diatur PP 28/2024 UU 17/2023 otomatis PKL Asongan bukan saja omset dan keuntungannya anjlok melainkan kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan. Lantas siapa yang tanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan keluarga mereka? Negara atau?, tegas Ketua Umun Asosiasi PKL Indonesia, dr Ali Mahsun ATMO M Biomed, Jakarta, 15/5/2025.

Ada lebih dari 1 juta keberadaan PKL Asongan dan Tarling diseluruh Indonesia. Mereka kail rezeki halal untuk isi perut keluarga dan sekolahkan anak-anak generasi penerus bangsa. Mereka tidak pernah neko-neko juga tidak pernah minta katabelece ke negara.

Mereka hanya minta jual rokok eceran tidak dilarang oleh pemerintah. Oleh karena itu, PP 28/2024 yang melarang jual rokok eceran harus dicabut oleh Presiden Prabowo Subianto. Disamping tidak sesuai dengan ruh dan marwah kepemimpinan Presiden RI Ke-8, juga dampaknya menggerus bahkan mematikan pendapatan rakyat kecil (kawulo alit).

Lebih dari itu, tidak adil dan diskriminatif terhadap puluhan juta rakyat yang hanya mampu beli rokok eceran, imbuh dokter ahli kekebalan tubuh lulusan FK Unibraw Malang dan FKUI Jakarta yang juga Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS)

Waisak 2569 BE/2025: Merawat Kebhinekaan dengan Kasih Universal dan Perdamaian

Oleh: Kevin Wu

Jakarta-Berandankrinews.com
Di tengah dinamika kehidupan modern yang kerap diwarnai ketegangan, peringatan Hari Waisak 2569 BE/2025 menjadi momen refleksi untuk kembali pada esensi kemanusiaan: toleransi, perdamaian, dan cinta kasih tanpa batas.

Sebagai anggota DPRD Jakarta yang mengemban amanah masyarakat multikultural, saya melihat Waisak bukan hanya sebagai perayaan umat Buddha, tetapi juga inspirasi bagi seluruh bangsa untuk merajut harmoni dalam keberagaman.

Tri Suci Waisak: Kelahiran, Pencerahan, dan Parinibbana.
Waisak mengingatkan kita pada tiga peristiwa agung Sang Buddha: kelahiran, pencapaian penerangan sempurna, dan wafatnya (Parinibbana). Trilogi ini mengajarkan nilai universal: setiap insan berpotensi menjadi agen perubahan melalui kebijaksanaan dan welas asih.

Dalam konteks kebijakan publik, pesan ini relevan dengan semangat transparansi, keadilan sosial, serta komitmen melayani tanpa diskriminasi—nilai yang sejalan dengan visi Fraksi PSI dan Pancasila.

Thudong: Jejak Spiritual dari Bangkok ke Borobudur.
Tahun ini, kita disemangati oleh perjalanan suci para Bhikkhu Thudong dari Bangkok menuju Candi Borobudur. Praktik “Thudong” (perjalanan bertapa) bukan hanya ritual keagamaan, melainkan simbol ketabahan, kesederhanaan, dan dialog antarbudaya.

Borobudur—warisan dunia di tanah Jawa—menjadi saksi bisu bahwa Indonesia adalah rumah bagi peradaban yang menghargai spiritualitas lintas tradisi.

Perjalanan ini juga mencerminkan semangat “Bhineka Tunggal Ika”: meski berangkat dari negara berbeda, para Bhikkhu menyatu dalam misi menebar kedamaian.

Sebagai politisi muda, saya meyakini bahwa toleransi tidak cukup hanya diucapkan. Ia harus diwujudkan dalam kebijakan inklusif, seperti penguatan ruang dialog antaragama, pencegahan diskriminasi di ruang publik, dan dukungan terhadap acara budaya yang mempertemukan berbagai komunitas.

Jakarta, sebagai miniatur Indonesia, membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya merayakan perbedaan, tetapi juga melindungi mereka yang rentan terdampak intoleransi.

Cinta Kasih Universal: Fondasi Membangun Kota Humanis.
Saat konflik global masih terjadi, ajaran Buddha tentang “metta” (cinta kasih universal) mengingatkan kita bahwa perdamaian dimulai dari kesadaran individu. Di tingkat kebijakan, ini berarti memprioritaskan program yang berdampak pada kebahagiaan kolektif: akses kesehatan merata, lingkungan hidup berkelanjutan, serta perlindungan bagi kelompok marginal.

PSI sebagai partai yang mendorong inovasi, berkomitmen mengadvokasi kebijakan berbasis data dan empati.

Di akhir tulisan, mari kita resapi paritta (doa) Waisak: “Semoga semua makhluk hidup berbahagia.” Kalimat sederhana ini adalah manifesto politik yang revolusioner: kebahagiaan bukan hak eksklusif kelompok tertentu, melainkan tujuan bersama. Sebagai wakil rakyat, saya bertekad menjadikan Waisak 2025 sebagai momentum memperkuat kolaborasi antarfraksi, agama, dan generasi untuk Jakarta yang lebih manusiawi.

Selamat merayakan Waisak 2569 BE/2025. Marilah kita jadikan semangat Tri Suci sebagai kompas dalam bertindak—karena perdamaian abadi hanya mungkin terwujud ketika kita memilih untuk melihat sesama sebagai saudara, bukan sebagai pelampias amarah.

Semoga semua makhluk berbahagia

Oleh
Kevin Wu, Anggota DPRD Provinsi Jakarta Fraksi PSI, Komisi A
12 Mei 2025
Candi Sojiwan, Klaten – Jawa Tengah

Pemilihan Anggota DP Langgar UU Pers, Mandagi Minta Busro dan Komaruddin Mundur


Jakarta-Berandankrinews.com
Ketokohan Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat sebagai figur inspiratif dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam karier telah menjadi panutan bagi segenap masyarakat Indonesia. Sayangnya ketokohan dua sosok panutan ini justeru dipertaruhkan saat mengikuti pencalonan sebagai Anggota Dewan Pers periode 2025 – 2028 melalui mekanisme dan proses yang cacat hukum dan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia, Hence Grontson Mandagi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (13/5/2025). Mandagi menyatakan, kedua tokoh ini (Busyro dan Komaruddin) adalah sosok yang sangat dikagumi dan dihormati berbagai kalangan di Indonesia.

“Kapasitas dan kompetensi kedua tokoh ini sangat mumpuni dan tidak diragukan. Saya menghormati dan mengapresiasi keinginan dua tokoh ini membenahi pers di Indonesia,” ujar Mandagi. Bahkan integritas dan idealisme kedua tokoh ini, lanjut Mandagi, sudah teruji pada saat keduanya menduduki jabatan di bidangnya masing-masing.

“Namun begitu, ketika keinginan dan harapan menjadi Anggota Dewan Pers ternyata melalui proses yang menyakiti dan merugikan mayoritas masyarakat pers Indonesia akibat rekayasa segelintir elit pers nasional di Dewan Pers, ketokohan dua sosok yang sangat berpengalaman dan berintegritas ini tentunya menjadi taruhan,” tegasnya.

Mandagi juga mengatakan, sosok Busyro Muqoddas sangat disegani ketika menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2010-2011. Begitupun Komarudin Hidayat sangat dihormati publik karena keberhasilannya menjadi Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) selama dua periode, yaitu 2006-2010 dan 2010-2015.

Mandagi mengaku yakin dan percaya kedua tokoh ini tidak ambisius dan mau mencermati dan mengkaji mekanisme dan proses pemilihan anggota Dewan Pers yang cacat hukum.

“Presiden RI memang telah menerbitkan Surat Keputusan penetapan Anggota Dewan Pers, namun sebaiknya keduanya mundur, atau segera mendesak semua pihak terkait untuk mengembalikan ruang lingkup pers kepada mayoritas masyarakat pers Indonesia,” imbuhnya.

Karena menurut Mandagi, selama ini pengaturan ruang lingkup pers hanya dikelola oleh elit pers nasional (konstituen DP) yang justeru intens memarjinalkan kehidupan pers nasional dan melegalkan ‘pelacuran pers’ melalui Legalisasi kerjasama media dengan pemerintah menggunakan Sertifikat Perusahaan dan UKW Dewan Pers, tanpa melalui mekanisme tender menggunakan pihak ketiga.

Dampak buruknya, tegas Mandagi, di negeri ini tidak ada lagi fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan di seluruh Indonesia akibat media langsung kontrak Kerjasama tanpa melalui pihak ketiga. Kontrol media terhadap kepala daerah, Menteri, dan kepala lembaga menjadi nihil karena setiap media kritis membongkar kebusukan atau korupsi pejabat, akan langsung dihentikan kerjasama media.

Media dan wartawan, lanjut Mandagi, dipaksa ‘menjadi pelacur’ menjual idealisme, sementara konglomerasi media nasional diberi karpet merah oleh Dewan Pers untuk memonopoli pundi-pundi ratusan triliun belanja iklan nasional.

“Media lokal dibiarkan miskin dan mengemis iklan ke pemerintah, sedangkan ratusan triliun rupiah iklan komersil dari pihak swasta disikat habis oleh media mainstream. Celakanya Dewan Pers diam saja dan malah kontraproduktif melegalisasi ‘pelacuran pers’ di seluruh daerah,” ungkapnya.

Konstituen Dewan Pers menurutnya, telah menjadi alat para penghianat kemerdekaan pers untuk menguasai pers nasional.

“Itu semua, karena Dewan Pers yang ada saat ini lahir dari rahim oligarki. Konstituen Dewan Pers adalah cermin kaum elit sang ‘pemerkosa’ kemerdekaan pers. Pengingkaran dan penghianatan terhadap sejarah kemerdekaan pers tahun 1999 dan pendirian Dewan Pers tahun 2000,” tegasnya.

Mayoritas organisasi pers tempat bernaung ratusan ribu wartawan dan puluhan ribu media lokal, dihina dengan sebutan abal-abal namun dijadikan objek utama bisnis UKW. “Peraturan konstituen dibuat seenak perut, agar anggota Dewan Pers steril dari organisasi pers idealis. Tujuannya untuk melanggengkan bisnis ‘duit haram’ pada desk Aduan Perkara Pers oleh para koruptor dan pengusaha hitam, dengan jerat kriminalisasi pers melalui produk rekomendasi PPR DP,” beber Mandagi.

“Pak Busyro dan pak Komaruddin harus tahu bahwa Peraturan tentang konstituen Dewan Pers tidak disusun oleh organisasi-organisasi pers sebagaimana diatur dalam UU Pers sehingga tidak mengikat. Jadi pemilihan anggota Dewan Pers harus dikembalikan kewenangannya kepada seluruh organisasi pers berbadan hukum di Indonesia,” terang Mandagi yang juga merupakan Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia.

Faktanya Dewan Pers mengambil alih kewenangan organisasi pers dengan membentuk Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers secara sepihak dan membuat mekanisme rekrutmen calon Anggota Dewan Pers secara terbuka, atau tidak atas inisiatif dan penjaringan dari masing-masing organisasi pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat 3 UU Pers.

Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), belum lama ini, telah menyurati Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto terkait pemilihan Anggota Dewan Pers Periode 2025 – 2028. SPRI meminta Presiden Prabowo menunda penetapan hasil pemilihan Anggota Dewan Pers Periode 2025 – 2028 karena menilai prosesnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Mandagi mengungkapkan, sejarah penyusunan UU Pers jelas dan terang benderang bahwa UU Pers menyerahkan sepenuhnya pemilihan anggota Dewan Pers kepada organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. ***

SK Presiden Tentang Dewan Pers 2025 Berpotensi Langgar HAM dan Sumpah Jabatan

Jakarta-Berandankrinews.com
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia, Hence Grontson Mandagi menegaskan, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto berpotensi melanggar Hak Asazi Manusia (HAM) jika Surat Keputusan Presiden RI Nomor 16/M Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers Periode 2025 – 2028 tidak segera dicabut. Untuk itu Mandagi mendesak Presiden Prabowo segera mencabut SK penetapan Anggota Dewan Pers tersebut.

Karena menurutnya, pelanggaran HAM tersebut terjadi karena hak konstitusional para pimpinan organisasi pers telah diamputasi dan ‘dirampok’ Dewan Pers periode 2022 – 2025 saat melaksanakan proses pemilihan Anggota Dewan Pers Periode 2025 – 2028 dan ‘celakanya’ Presiden ikut melegitimasi pelanggaran HAM tersebut melalui SK Presiden.

“Dasar hukum yang menjadi pertimbangan bahwa pelanggaran HAM itu terjadi, karena pemilihan Anggota Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers sejatinya adalah hak organisasi wartawan namun telah diamputasi dan diambil alih oleh Dewan Pers,” terang Mandagi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Kondisi ini, lanjut Mandagi, merupakan penghianatan terhadap sejarah perjuangan kemerdekaan pers tahun 1999. Bahwa pada tahun 1999 pemerintah menetapkan UU Pers dengan pertimbangan : bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin.

Selain pasal 28 UUD 1945, dasar hukum pengesahan UU Pers tahun 1999 adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 UUD 1945, serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

“Sangat jelas dasar hukum pengesahan UU Pers adalah mengenai HAM yang dijamin oleh UU Pers,” tandas Mandagi.

Pimpinan organisasi pers juga memiliki Hak atas perlindungan terhadap diskriminasi karena setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan dari diskriminasi. Pasal 27 UUD 1945 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia merupakan dasar hukum yang mengatur pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap HAM. Ketetapan ini mengakui HAM sebagai hak dasar setiap individu, yang melekat pada diri manusia, bersifat universal, dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.

Lebih tegas lagi dalam UU Pers, Pemerintah Republik Indonesia telah secara resmi menyatakan fungsi Dewan Pers bukan sebagai lembaga pembentuk peraturan atau regulator, sehingga Dewan Pers tidak berhak menentukan sendiri isi peraturan pers.

Hal itu disampaikan pemerintah dalam keterangannya di Mahkamah Konstitusi pada Perkara Nomor : 38/PUU-XIX/2021 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pihak pemerintah pun mengurai tentang penjelasan rinci yang tercantum dalam Memorie van Toelichting saat pembahasan RUU Pers tanggal 28 Juli 1999, bahwa penetapan keanggotaan Dewan Pers dengan Keputusan Presiden merupakan pengukuhan, sedang pemilihan anggota Dewan Pers diserahkan sepenuhnya kepada organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

“Pemerintah telah menyerahkan sepenuhnya pemilihan anggota Dewan Pers kepada organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers, bukan kepada Dewan Pers. Oleh karena itu pembentukan Badan Pekerja pemilihan anggota Dewan Pers cacat hukum dan hasil pemilihannya pun seharusnya tidak sah, termasuk SK Presiden harus dicabut,” tegasnya.

Mandagi menandaskan, Presiden seharusnya melindungi hak warga negara untuk diperlakukan sama di depan hukum sebagaimana sumpah dan janjinya saat dilantik sebagai presiden, termasuk melindungi hak seluruh organisasi pers yang dikebiri Dewan Pers tentang hak memilih dan dipilih sebagai Anggota Dewan Pers.

Dewan Pers telah mengambil alih kewenangan organisasi pers secara paksa dengan modus pengaturan illegal organisasi konstituen Dewan Pers, namun tidak ada pihak yang berani menghentikannya.

“Sebagai wujud perlindungan hak asazi warga negara, Presiden seharusnya segera mencabut atau membatalkan SK penetapan Anggota Dewan Pers karena mekanismenya tidak dipilih oleh seluruh organisasi pers berbadan hukum di Indonesia,” imbuh Mandagi, yang menyesalkan Presiden tetap menerbitkan SK tentang penetapan keanggoataan Dewan Pers meski sudah dijelaskan persoalan cacat hukumnya pada surat SPRI ke Presiden baru-baru ini.

Atas kondisi ini, Mandagi menuturkan, Presiden Prabowo melanggar sumpah jabatannya saat dilantik sebagai presiden yaitu : “akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalanan segala Undang-undang dan Peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

Dewan Pers Periode 2025 – 2028 yang ditetapkan Presiden melalui SK Nomor Nomor 16/M Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers adalah hasil rekrutmen dan penjaringan Anggota Dewan Pers oleh Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers. Puluhan calon anggota Dewan Pers yang tersaring kemudian dipilih hanya oleh 11 pimpinan organisasi konstituen Dewan Pers, tanpa keikutsertaan puluhan organsiasi pers berbadan hukum yang diakui pemerintah.

Sungguh ironis, pemerintah tutup mata meski Konstituen Dewan Pers yang ditetapkan Dewan Pers tidak memiliki legal standing berdasarkan UU Pers, namun pemilihan Anggota Dewan Pers periode 2025 – 2028 tetap dipaksakan dilaksanakan atas inisiatif Dewan Pers sendiri.

Sudah sangat jelas, sejarah terbentuknya UU Pers tahun 1999, Pemerintah telah menyerahkan sepenuhnya pemilihan anggota Dewan Pers kepada organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

Lebih jelas lagi, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) juga secara tegas dalam keterangannya di MK pada perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021, bahwa sampai dengan tanggal 10 Februari 2020 terdapat 40 organisasi yang ikut dalam pemilihan anggota Dewan Pers pertama, terdiri dari 33 organisasi wartawan dan 7 organisasi perusahaan Pers terjaring 121 nama calon anggota Dewan Pers.

Artinya, DPR menyatakan, keanggotaan Dewan Pers yang ada saat ini adalah keberlanjutan dari keanggotaan Dewan Pers sejak tahun 2000. Faktanya, pemilih anggota Dewan Pers hanya 11 organisasi konstituen yang menyalahi ketentuan UU Pers sehingga hasilnya cacat hukum.

Mandagi juga menekankan, jangan sampai keterangan pemerintah dan DPR yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi hanya akal-akalan untuk menggagalkan uji materi yang disampaikan pemohon pada perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021. Karena pada prakteknya, Pemerintah, DPR RI, dan Dewan Pers tidak sejalan dalam implementasinya terkait putusan MK tersebut bahwa Dewan Pers bukan lembaga regulator.

“Atas seluruh kondisi yang ada saat ini, tidak mengurangi kekaguman saya, dengan ini kami berharap Presiden Prabowo dapat bertindak sebagai presiden bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya Presidennya para kaum elit pers dan oligarki media. Dan jika SK tentang Dewan Pers tidak dicabut maka kami terpaksa akan mengajukan gugatan di PTUN,” pungkasnya. ***