Deddy Sitorus Sesalkan Proses Hukum Yang Tak Berani Sentuh Penyebab Tercemarnya Sungai di Malinau

JAKARTA – Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Utara, Deddy Sitorus, menyesalkan pencemaran Sungai Malinau yang berasal dari perusahaan tambang batu bara.

“Padahal, sungai tersebut merupakan sumber utama air bersih dan tumpuan hidup sebagian besar masyarakat Malinau,’ jelas Dedy dalam keterangan tertulisnya yang sampai ke Redaksi, Senin (5/4).

Lebih lanjut Deddy menjelaskan bahwa pencemaran Sungai Malinau terjadi karena tidak jelasnya penanganan limbah yang dilakukan PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC). Bahkan aktivitas perusahaan tambang batu bara itu menimbulkan bencana lingkungan dalam beberapa tahun ini.

“Laporan yang saya terima dari warga, tercatat sejak 2018-2021, limbah secara rutin mencemari Sungai Malinau yang menghancurkan ekosistem sungai itu. Pencemaran menyebabkan kematian ikan dalam jumlah besar dan menyebabkan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) tidak dapat berfungsi,” kata Deddy

Anggota Komisi VII DPR RI itu melanjutkan, meskipun perusahaan tersebut telah berulang kali melakukan pencemaran berat, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat terkesan tidak berdaya mengambil tindakan tegas. Buktinya, hingga hari ini belum ada tindakan yang diambil berbagai instansi yang terkait.

“Penanganan jebolnya kolam penampungan limbah batu bara di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, pada 7 Februari lalu, juga tidak tuntas,” paparnya.

Menurut Deddy, bukti-bukti pencemaran sudah sangat gamblang. Ekosistem sungai rusak berat dan pasokan air minum terhenti. Bahkan, Deddy menerima laporan perusahaan itu hingga hari ini masih sembunyi-sembunyi membuang limbah ke Sungai Malinau. 

“Gubernur Kalimantan Utara, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kapolda Kalimantan Utara, hingga Kapolri. Tetapi belum mendapatkan jawaban resmi,” tandas Deddy

Bahkan Deddy menilai, PT. KPUC seolah – olah mempunyai keistimewaan terhadap hukum. Sehingga sampai saat ini belum ada satupun instansi yang mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang limbahnya telah menjadi sumber musibah tersebut.

“PT KPUC itu kebal hukum, buktinya hingga hari ini belum ada tindakan yang diambil oleh berbagai instansi yang terkait,” ujar Deddy. 

Deddy dalam waktu dekat berencana mengirimkan surat kembali dan menemui pimpinan instansi-instansi terkait untuk mendapatkan jawaban dari tindak lanjut proses penegakan hukumnya.

“Saya setiap hari mendapatkan telepon dan pesan WA dari warga korban pencemaran Sungai Malinau tentang perkembangan penanganan kasus dan pertanggungjawaban KPUC. Saya harus memberikan jawaban kepada konstituen saya dan masyarakat terdampak,” terang Deddy.

Deddy mengungkapkan dirinya mendapat informasi bahwa Polda Kalimantan Utara telah selesai melakukan pengumpulan bukti dan keterangan, demikian pula dari pihak Gakum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Tetapi saya belum melihat kedua instansi itu bergerak untuk menuntaskan kasus perusakan lingkungan ini. Saya segera mencari tahu bagaimana perkembangannya,” tandas Deddy.

Dia menegaskan pemerintah harus bergerak untuk melakukan evaluasi, penegakan hukum, pemulihan lingkungan serta mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa depan.

“Kalau berulang-ulang terjadi, namanya bukan bencana tetapi unsur kesengajaan dan pelanggaran hukum,” ucap Deddy.

Anggota DPR RI peraih suara terbanyak pada Pileg 2019 yang ini berharap agar Pemerintah Kabupaten Malinau menunjukkan kepedulian yang nyata, jangan hanya fokus pada ganti rugi kerusakan lingkungan tapi penegakan hukum dan pencegahan kerusakan lingkungan dan ekosistem yang lebih parah. 

“Saya khawatir bila dibiarkan berlarut-larut, masyarakat Malinau akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah dan penegakan hukum hingga akhirnya menimbulkan ekses yang tidak perlu,” pungkasnya. (Eddy Santry)