Jagung titi merupakan salah satu ciri khas yang kuat dari masyarakat Lembata, terutama di Kedang dan Lamaholot. Meskipun terlihat sederhana, jagung ini menyimpan kisah yang panjang mengenai kreativitas, ketekunan, dan kearifan lokal. Jagung yang dipipihkan dan dijadikan renyah ini lebih dari sekadar bahan makanan lokal; ia juga menjadi simbol identitas yang terikat pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Di setiap rumah, jagung titi menjadi pendamping saat makan, oleh-oleh, bahkan lambang kebersamaan. Inilah yang menjadikannya lebih dari sekedar makanan, melainkan bagian dari tradisi yang seharusnya dilestarikan.
Lomba titi jagung yang diadakan oleh Bupati Lembata baru-baru ini merupakan sebuah inisiatif strategis yang layak mendapat pengakuan. Kegiatan ini tidak hanya sekadar hiburan atau tontonan, tetapi juga sebuah panggung untuk menghidupkan kembali ingatan kolektif masyarakat mengenai pentingnya merawat warisan dari nenek moyang. Melalui lomba ini, generasi muda diajak untuk mengenal dan mencintai tradisi, sementara masyarakat secara umum diingatkan bahwa jagung titi bukan hanya camilan biasa, tetapi juga dapat menjadi sumber ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Dari segi budaya, lomba titi jagung menjadi simbol kebanggaan. Ini menunjukkan bahwa tradisi yang muncul dari desa dan kehidupan yang sederhana dapat sejajar dengan dunia modern yang cepat. Seringkali, masyarakat kita tergoda untuk memandang tradisi sebagai “warisan kuno” yang tidak lagi relevan. Namun, lomba ini justru menunjukkan sebaliknya: tradisi dapat hidup, dirayakan, dan bahkan diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan masa kini.
Lebih jauh, jagung titi menyimpan potensi ekonomi yang sangat besar. Produk ini unik, mudah diterima oleh semua orang, dan memiliki daya tarik sebagai makanan khas yang berbeda dari daerah lainnya. Jika dikelola dengan serius, jagung titi dapat menjadi produk unggulan dari Lembata yang masuk ke pasar nasional, bahkan internasional. Bayangkan jika jagung titi dikemas dengan baik, dipasarkan secara modern, dan dipromosikan melalui jaringan pariwisata dan pasar digital. Nilai ekonominya pasti akan meningkat, dan masyarakat di desa-desa dapat merasakan manfaatnya secara langsung.
Inilah tantangan yang muncul setelah lomba. Tugas pemimpin daerah tidak boleh berakhir pada acara atau perayaan budaya saja. Lomba titi jagung hanyalah awal, sementara pekerjaan besar ada setelahnya: memastikan adanya pasar yang jelas dan berkelanjutan bagi jagung titi. Pemerintah daerah perlu hadir untuk mendukung para pengrajin dan petani, mulai dari akses modal, pelatihan, inovasi kemasan, hingga membuka jalur distribusi ke luar daerah. Tanpa langkah nyata ini, jagung titi hanya akan menjadi acara tahunan tanpa memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.
Pasar adalah elemen kunci. Tradisi dapat bertahan jika ada ruang ekonomi yang mendukungnya. Dalam konteks ini, pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pelaku usaha lokal, UMKM, hingga platform digital untuk membuka akses yang lebih luas. Jagung titi bisa menjadi oleh-oleh yang wajib bagi wisatawan yang datang ke Lembata, bahkan dapat memasuki pasar ekspor dengan standar tertentu. Artinya, jagung titi bukan hanya untuk dapur tradisional, tetapi juga bisa menjadi ikon yang membanggakan nama Lembata di mata dunia.
Selain itu, penting untuk memperhatikan kelangsungan proses produksi. Bupati serta pihak pemerintah daerah harus memastikan ketersediaan bahan baku jagung berkualitas, mendukung para petani lokal, dan menjaga agar produksi tetap ramah lingkungan. Jangan sampai peningkatan permintaan pasar tidak diimbangi dengan pasokan jagung yang memadai. Di sini, kolaborasi antara sektor pertanian dan industri rumah tangga menjadi sangat penting. Jika kedua sektor ini berjalan bersamaan, jagung titi tidak hanya akan lestari, tetapi juga dapat memberikan dampak ekonomi yang berkelanjutan.
Promosi juga memiliki peranan yang tak kalah penting. Era digital menawarkan peluang besar untuk memperkenalkan jagung titi kepada pasar yang lebih luas. Pemerintah daerah dan masyarakat dapat memanfaatkan sosial media, platform e-commerce, serta pameran budaya internasional sebagai alat promosi. Dengan kehadiran narasi yang kuat yang menyatakan bahwa jagung titi adalah warisan budaya yang unik dan produk bernilai ekonomi, jagung titi bisa bersaing dengan produk makanan khas daerah lainnya di Indonesia.
Pada akhirnya, lomba titi jagung bukan sekadar tentang siapa tercepat atau terampil dalam meniti jagung. Ia melambangkan kebersamaan, warisan hidup, dan harapan akan masa depan yang lebih sejahtera. Dari Lembata, jagung titi dapat menjadi sebuah kisah inspiratif mengenai bagaimana sebuah tradisi sederhana dapat menjadi kekuatan ekonomi.
Oleh karena itu, kita perlu mendorong kepala daerah untuk menjadikan jagung titi sebagai fokus dalam pengembangan ekonomi kreatif. Ini bukan hanya sekedar acara tahunan, melainkan sebuah program nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat. Dengan demikian, cita rasa unik jagung titi akan terus ada, tidak hanya di meja makan masyarakat Lembata, tetapi juga di hati banyak orang di luar sana.
Dari Lembata untuk dunia, jagung titi mengajarkan kita bahwa tradisi tidak pernah usang. Ia berfungsi sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan, serta antara identitas budaya dan kesejahteraan ekonomi. Jika dikelola secara optimal, jagung titi akan menjadi bukti bahwa warisan lokal dapat mengandung harapan global.
Penulis : Ma’mur Apelabi
Indra Lawetoda (Tim Redaksi)



