Sekolah Garuda Jadi Momentum Kebangkitan Pendidikan Perbatasan: Rektor Unikaltar Dorong Kolaborasi Perguruan Tinggi

TANJUNG SELOR — Rektor Universitas Kaltara (Unikaltar) Dr. Didi Adriansyah menilai pendirian Sekolah Garuda oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah strategis dan transformatif dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, terutama bagi wilayah perbatasan seperti Kalimantan Utara (Kaltara).

Menurutnya, kehadiran Sekolah Garuda di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, bukan hanya simbol pemerataan pendidikan nasional, tetapi juga momentum kebangkitan pendidikan daerah perbatasan menuju Indonesia Emas 2045.

“Pendirian Sekolah Garuda ini menunjukkan perhatian Presiden terhadap daerah perbatasan seperti Kaltara. Ini bukan sekadar pembangunan fisik, tapi investasi jangka panjang untuk mencetak generasi unggul, berkarakter, dan berdaya saing global,” ujar Didi Adriansyah, Kamis (9/10/2025).

Didi menjelaskan, Sekolah Garuda akan berfokus pada bidang Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM). Program ini menjadi wujud nyata dari visi Presiden Prabowo untuk memperluas kesempatan bagi anak-anak Indonesia dari seluruh penjuru negeri agar dapat menembus perguruan tinggi terbaik dunia.

“Selama ini kesenjangan pendidikan masih terasa antara Jawa dan luar Jawa. Dengan Sekolah Garuda di Tanjung Selor, kita berharap ketimpangan ini bisa dikurangi. Anak-anak di Kaltara juga berhak mendapatkan akses pendidikan kelas dunia,” tambahnya.

Rektor Unikaltar menegaskan pentingnya kolaborasi antara Sekolah Garuda dan perguruan tinggi lokal, termasuk Unikaltar sendiri, untuk membangun ekosistem pendidikan unggul di wilayah perbatasan.

“Kami di Universitas Kaltara siap bersinergi. Kolaborasi riset, pendampingan guru, dan integrasi pembelajaran berbasis STEM bisa menjadi bentuk kontribusi konkret perguruan tinggi bagi keberhasilan Sekolah Garuda,” ujarnya.

Didi menyoroti pentingnya sistem penerimaan siswa yang inklusif dan berkeadilan. Menurutnya, perlu diterapkan kuota afirmatif berbasis wilayah dan ekonomi, agar anak-anak dari pelosok dan keluarga dengan keterbatasan ekonomi mendapat kesempatan yang sama.

“Minimal 50 hingga 60 persen siswa berasal dari daerah pedalaman dan perbatasan. Kuota afirmatif ini harus menjadi komitmen moral, supaya Sekolah Garuda benar-benar menjadi jembatan bagi anak-anak yang kesulitan mengakses pendidikan berkualitas,” tegasnya.

Ia juga mengusulkan agar pemerintah melakukan roadshow dan sosialisasi langsung ke daerah-daerah terpencil di Kaltara, agar informasi tentang Sekolah Garuda tersampaikan secara merata. Menurutnya, kehadiran Sekolah Garuda juga tidak boleh mengurangi perhatian pemerintah terhadap SMA, SMK, dan MA yang sudah ada. Sekolah-sekolah tersebut, kata Didi, tetap menjadi tulang punggung dalam menyiapkan siswa sebelum memasuki jenjang pendidikan unggul.

“Sekolah Garuda harus menjadi pusat inovasi pendidikan, bukan eksklusif. Justru ia harus menjadi lokomotif yang menarik seluruh sistem pendidikan daerah agar ikut maju,” tutupnya.

(dkisp)