Pertamina Jadikan Krayan Sebagai Salah Satu Target BBM Satu Harga

Jakarta – Sebagaimana diketahui, sudah sejak tahun 2017 BBM Satu Harga hadir bagi masyarakat Indonesia di wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). 


Dan semenjak itu pula, BBM Satu Harga telah memberikan akses energi dengan harga yang sama dengan harga di kota sehingga masyarakat tidak lagi khawatir perlu membeli bahan bakar minyak (BBM).


Dapat dikatakan, sejak tahun 2020 Pertamina telah melaksanakan amanah pemerintah dengan mengoperasikan sebanyak 243 titik BBM Satu Harga yang tersebar di seluruh Indonesia. 


Sebelumnya harga Penugasan Premium dan Solar Subsidi di 243 titik ini beragam mulai dari Rp 8.000 per liter hingga Rp 100.000 per liter di kawasan Indonesia timur.


BBM Satu Harga merupakan komitmen Pertamina dalam mewujudkan pemerataan energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Hadirnya BBM Satu Harga diharapkan dapat mempermudah akses energi dan harga yang terjangkau sehingga dapat mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi daerah,” jelas Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), Putut Andriatno kepada awak media, Rabu (18/5)


Menurut Putut, pada 2021, Pertamina melalui Sub Holding Commercial & Trading kembali dipercaya akan siap mengoperasikan 76 titik BBM Satu Harga tambahan untuk mewujudkan energi berkeadilan. 


Hingga 17 Mei 2021, Pertamina siap uji operasi sebanyak 26 titik BBM Satu Harga yang berarti hingga saat ini total sudah mencapai 269 total titik siap melayani masyarakat.


Lebih lanjut Putut mengungkapkan bahwa selama pandemi Pertamina terus bergerak mendorong percepatan pembangunan titik BBM Satu Harga. 


Koordinasi dan survei untuk titik target BBM Satu Harga juga terus kami lakukan agar target kami 500 titik BBM Satu Harga di tahun 2024 dapat tercapai. 


“Pertamina juga terus berkomitmen mendistribusikan energi ke titik BBM Satu Harga yang sudah beroperasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tandasnya


Selain kondisi geografis yang beragam, waktu tempuh yang lama juga menjadi tantangan tersendiri dalam proses distribusi. Wilayah 3T (Terdepan, Tertinggal, Terluar) memiliki karakteristik yang berbeda-beda. 


“Pengiriman BBM di Ilaga, Papua, harus menggunakan pesawat air tractor yang mengangkut 2.500 liter sekali jalan, karena lokasinya berada di ketinggian 2.280 meter dari permukaan laut,” jelasnya.


Penggunaan jalur udara juga dilakukan sebelum menggunakan jalur darat untuk mendistribusikan BBM di salah satu wilayah yang masih terisolir yakni Krayan, Nunukan dan Semaring, Kalimantan Utara (Kaltara) yang terletak di perbatasan Malaysia. 


Sebagaimana diketahui, hingga saat ini akses jalan darat dari dan menuju Krayan belum tersambung. Sehingga satu – satunya akses transportasi untuk masyarakat di 5 Kecamatan tersebut hanya melalui udara dengan menggunakan pesawat.


“Sementara itu di Paniai, Papua, awak mobil tangki harus melewati medan berat sejauh 300 kilometer dan menyeberang ke Dermaga Obano. Dibutuhkan waktu 13 jam perjalanan jika cuaca sedang bersahabat,” ungkapnya.


Jarak tempuh yang panjang dan lama, ungkap Putut,  juga ditemui dalam distribusi di Mentawai, Sumatera Barat. Kondisi laut dan cuaca sangat menentukan waktu tempuh sekitar 12-18 jam agar BBM bisa sampai dan dinikmati masyarakat Kecamatan Tuapejat.
Kondisi berat dan penuh tantangan ini tak membuat Pertamina surut.

“Kami akan terus melanjutkan amanah ini. Tugas Pertamina adalah memastikan ketersediaan dan akses energi yang terjangkau bagi masyarakat. Pertamina adalah energi untuk melayani,” pungkasnya.

Pewarta: Eddy Santry