NUNUKAN – Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Sebatik menggelar Aksi Aksi Unjuk Rasa yang ditujukan kepada PLN Sebatik di depan kantor PLN Ranting Sebatik di Desa Tanjung Harapan pada Sabtu, 07 September 2019. Tidak hanya dari PMII, Massa Aksi juga berhasil menarik simpati dan dukungan dari masyarakat sekitar.
Dalam aksinya tersebut, dengan Andi Massarappi selaku koorditor menyampaikan ada beberapa tuntutan diantaranya meminta agar pihak PLN segera memperbaki pelayanan listrik dalam waktu yang secepat-cepatnya. Selain itu, PT PLN juga dituntut untuk memberikan biaya kompensasi tiap rumah berupa token listrik.
“Ini sesuai dengan aturan yang terdapat pada UU No.30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan pasal 29 point 1 yang mengatur hak konsumen,” ujar Andi atau yang akrab dipanggil JJ Yunior tersebut.
Selain orasi, aksi juga dilakukan dengan menyalakan 40 lilin dan pengusungan keranda jenazah. Hal tersebut menurut Andi adalah sebagai simbol dari gelapnya kondisi masyarakat akibat matinya listrik. Sementara pengusangan dilanjutkan pembakaran keranda yang bertuliskan RIP PLN adalah bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pelayanaan PLN selama beberapa bulan ini.
Aksi Andi Massarappi dalam orasinya juga mengatakan ”jangan pernah katakan kemakmuran, jangan pernah katakan keadilan, jangan pernah katakan demi hukum. Jika masih saja menginjak nginjak hak rakyat, tolong selamatkan listrik kami berikan kami ganti rugi terhadap kerusakan yang kami alami akibat pemadaman listrik bergilir, dan kami juga mendorong Pemerintah dalam pembenahan total terhadap management PLN khususnya di Sebatik.” tandasnya.
Setelah melaksanakaan orasi di depan Kantor PLN, perwakilan masa kemudian berdialog dengan Manager PLN Rayon Nunukan (Fajar Setiadi). Selama dialog berlangsung, manager PLN mananggapi permasalahan terkait pemadaman bergilir selama beberapa bulan ini dengan berbagai kendala teknis yang dialami oleh timnya dilapangan. Tidak hanya itu, pihak PLN juga menjawab tuntutan aksi yang dilayangkan oleh mahasiswa.
Menurut Fajar Setiadi selaku Manager PLN Rayon Nunukan bahwa kemampuan daya mesin yang ada di Sebatik seharusnya 3 MW, namun karena adanya pengalihan keluar daerah sehingga menyisakan 1,2 MW saja.
Terkait masalah kompensasi, Fajar Setiadi mengakui adanya hal tersebut dalam UU nomor 30. tahun 2019 dan Peraturan Menteri ESDM nomor 27 tahun 2007, namun ganti rugi baru dapat diberikan ketika pemadaman mencapai durasi 10 jam dalam sehari.
“Kompensasi telah kami berikan kepada masyarakat yang terdapat disalah satu daerah Pulau Nunukan karena telah mencapai 10 jam sehari. Sedangkan di Sebatik, pemadaman hanya berkisar 3-8 jam saja “ ungkap Fajar
Diketahui, dari dialog tersebut tersebut terunkap bahwa kompensasi di daerah Sebatik akan di kaji ulang mengingat persoalan listrik terlah berlangsung selama beberapa bulan dan akibat panjangnya durasi tersebut sehingga tidak sedikit kerugian yang telah ditimbulkan kepada masyarakat baik itu kerugian ekonomi hingga kerusakan alat-alat elektronik.
“Kami mencurigai adanya permainan dari PLN dalam melakukan pemadaman di bawah 10 jam, hal tersebut bisa saja dilakukan hanya sampai 9 jam sehari untuk menghindari pemberian kompensasi kepada masyarakat,”tandas Andi.
Sementara salah seorang tokoh Perbatasan H. Herman Baco kepada pewarta mengungkapkan keluhanya terkait kondisi listrik yang sangat memprihatinkan selama beberapa bulan ini. Menurutnya, Listrik di wilayah Sebatik memang tidak pernah stabil sejak ia menetap di wilayah itu.
“Beginilah kondisi kami masyarakat di wilayah perbatasan. Apa pelayanan atas hak rakyat di wilayah pinggiran benar-benar harus terpinggirkan?,” keluhnya. (eddy/Str)