SAMARINDA – Gubernur Kalimantan
Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie menilai adanya rencana pemindahan ibukota
negara ke Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan langkah tepat.
Tidak hanya itu, kebijakan yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini pun, dinilai sangat menguntungkan bagi Kaltara
yang berbatasan langsung dengan Kaltim.
Saat menjadi pembicara pada diskusi publik di Lamin Etam, Sabtu (27/7) lalu, Gubernur Irianto membeberkan sejumlah alasan mendukung rencana pemindahan ibukota negara itu ke Kalimantan. Menurutnya, rencana itu sudah cukup lama digaungkan. “Euforia pemindahan ibukota negara ini sudah pernah dicanangkan.
Presiden Soekarno pada saat itu menyiapkan Palangkaraya (Kalimantan Tengah). Kemudian itu kembali diwacanakan oleh Presiden Jokowi. Ada Kaltim, Kalsel, dan Kalteng. Meski begitu, kita juga harus memahami terlebih dahulu apakah hanya pusat pemerintahan atau secara keseluruhan,” kata Gubernur.
Irianto menilai, ketika
Kaltim menjadi ibukota negara, provinsi termuda di Indonesia ini kelak akan
mengambil peran sebagai hinterland dari ibukota negara. Fungsinya,
sebagai pemasok dan pemenuhan kebutuhan bahan makanan pokok, energi serta
tempat produksi komoditi ekspor.
“Pemindahan ibukota negara
juga saya anggap merupakan solusi cerdas yang diberikan oleh Presiden Jokowi untuk memecah masalah disparitas antar wilayah. Terbangunnya
pusat-pusat pertumbuhan baru sebagai dampak adanya pemindahan ibukota akan
menyebabkan munculnya sebagian wilayah di sekitar wilayah Ibukota baru menjadi
magnet atau kutub baru dalam perkembangan negeri ini,” jelasnya.
Dari itu, pemindahan ibukota ke Pulau Kalimantan merupakan
sebuah langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tatanan ekonomi
Indonesia, khususnya untuk mengurangi kesenjangan nasional yang terjadi selama
ini.
Tak sampai di situ, Gubernur
menilai bagi Kaltara, kondusifitas sangat penting. Pasalnya, daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini memiliki garis
batas negara sepanjang 1.038 kilometer yang membentang di dua kabupaten yakni
Kabupaten Nunukan dan Malinau. Sehingga keamanan dan pertahanan di wilayah perbatasan
tersebut tidak boleh diabaikan. “Kondisi Keamanan dapat diukur dari 3
indikator, yaitu Indeks Demokrasi, Indeks Kerukunan Beragama dan Indeks Pembangunan
Manusia
(IPM),” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) belum lama ini, indeks demokrasi Kaltara pada 2018
berada di angka 81,06 yang termasuk nomor 3 tertinggi di Indonesia. Pada 2018, Provinsi Kaltara, Sulawesi Barat,
dan Kalimantan Timur dinilai sebagai tiga daerah dengan kehidupan keagamaan
paling rukun sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indoensia Nomor
1 Tahun 2019. Sedangkan IPM Kaltara berada dalam
kelompok sedang dengan nilai 69,84 pada 2018. Angka ini terus meningkat, dimana pada 2013
masih berada di angka 67,99.
Dalam seminar yang digagas
Universitas Mulawarman (Unmul) dengan tema Kesiapan Kalimantan Timur Terhadap pemindahan IKN Indonesia, hadir juga nara sumber
dari pusat. Yakni, Direktur
Perkotaan, Perumahan dan Permukiman, Kementrian Perencanaan Pembangunan
Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI Tri Dewi Virgiyanti. Dirinya
menjelaskan, kajian yang mereka lakukan belum mengerucut ke salah satu
provinsi.
Menurut Tri, semua kandidat memiliki
nilai plus dan minus. Dan tidak mudah mencari lokasi yang paling aman dari semua
kandidat. Ada yang rawan kebakaran hutan, ada yang
rawan air.
Kalaupun ada pandangan
berbagai pihak bahkan akademisi yang mengatakan dan menerka 90 persen kriteria
penilaian Bappenas layak di Kaltim, Virgi menyatakan itu sah-sah saja.
Mungkin sebagai bentuk kepercayaan diri daerah masing-masing. Yang jelas, ia menyebut, hasil resmi kajian Bappenas soal kepastian lokasi pada Agustus dan Desember 2019 atau saat kajian selesai. “Setelah kajian selesai, Bappenas hanya sebatas membuat rekomendasi dan catatan penilaian dari tiap-tiap daerah diserahkan pada Presiden. Keputusan akhir hanya Presiden Jokowi,” tutupnya .(humas)