Imigrasi Secepatnya Kordinasi Dengan Pihak Malaysia

Nunukan, Berandankrinews.com–Dua Polisi Malaysia yang diamankan Sabtu (30/3/19) Kemarin Malam, kini tengah menjalani pemeriksaan dikantor Imigrasi Nunukan, Minggu (31/3/19).

Kepala Imigrasi Nunukan Anton Hazali, SH, MH Saat ditemui diruang kerjanya Minggu (31/3/19) mengatakan, Saat ini kami berada dikantor imigrasi sejak tadi malam mengambil keterangan dari kedua WNA tersebut.

“Kedua WNA masih diambil keterangannya dari Inteldalkim kami, apabila nanti ada perkembangan akan kami kabarkan lagi,”Kata Anton Hazali kepada Berandankrinews.com.

Dikatakan Anton, Kedua WNA itu diduga merupakan Anggota penjaga perbatasan Polis Marin Malaysia.

“Nanti kita lihat, apakah benar pengakuannya karena kita belum konfirmasi ke Pihak kepolisian Malaysia dan KRI Tawau,”Jelasnya.

Selanjutnya kita juga akan laporkan ke atasan, nanti bagaimana petunjuk dari atasan. Karena hal ini mengingat hari libur, baik di Indonesia maupun Malaysia.

“Ini akan secepatnya kita berkordinasi, apakah kedua WNA ini betul anggota polis marin malaysia atau masyarakat biasa, sementara ini masih kita dalami. Ditunggu saja putusan lebih lanjut,” Tutupnya.

Ketua DPD APKAN BONE prediksi bakal ada kecurangan Di pileg dan pilpres 2019

Bone – Berandankrinews.com – Penyelenggaraan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 sisa menghitung hari. Dari hajatan tersebut didambakan lahir wakil rakyat yang benar-benar mampu menjadi representasi suara wong cilik di parlemen. Untuk itu, seluruh masyarakat mesti ikut mengawal jalannya pesta demokrasi guna memastikan tidak ada kecurangan dalam proses tersebut.

Ketua DPD Aliansi Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintah Negara (APKAN) Bone, Sudirman, menyampaikan potensi kecurangan memang masih menghantui penyelenggaran Pileg yang serentak dilaksanakan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres). Yang punya peluang paling besar melakukan praktik tidak terpuji itu berasal dari kelompok petahana alias mereka yang kini sedang berkuasa.

Harus diakui, Sudirman menambahkan memang masih banyak celah dalam sistem maupun proses Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Tidak heran, kecurangan pada Pileg maupun Pilpres dapat terjadi di semua lini dan bisa dilakukan berbagai pihak, utamanya mereka yang kini sedang menguasai birokrasi. Modusnya beragam, mulai dari menyalahgunakan kekuasaan hingga menyogok dan mengintervensi.

Guna melawan kecurangan itu, Sudirman menegaskan masyarakat harus turut mengawal penyelenggaraan pesta demokrasi. Pengawasan ketat wajib dilakukan, mulai dari tempat pemungutan suara hingga suara dibawa untuk dihitung dan ditetapkan di KPU tingkat kabupaten, provinsi hingga ke pusat.

“Yang namanya potensi kecurangan pasti ada dan itu bisa saja terjadi pada berbagai tahapan. Makanya, kita semua, ya masyarakat jangan cuma sebatas berpartisipasi memilih lantas diam, mari mengawal suara kita. Jangan ragu laporkan bila temukan kecurangan di lapangan,” kata Sudirman, kepada awak media, Sabtu (30/3).

“Yang paling patut diwaspadai memang dari kelompok yang sedang memegang jabatan, yang kini menguasai birokrasi. Kelompok ini paling memungkinkan dan punya peluang yang lebih besar melakukan kecurangan pada pesta demokrasi,” Sudirman menegaskan.

Kecurangan pada Pileg maupun Pemilu pada umumnya, kata Sudirman, bisa dibagi tiga bagian. Hal tersebut meliputi kecurangan pra-pencoblosan, hari pencoblosan dan pasca-pencoblosan. Menurut aktivis senior ini, kecurangan-kecurangan tersebut memang bisa dilakukan oleh berbagai pihak, baik itu para peserta, aparatur negara maupun penyelenggara pesta demokrasi.

Kecurangan pra-pencoblosan bisa berupa kongkalikong dengan pengawas pemilu, memanfaatkan aparatur hingga money politic. Belum lagi, ulah oknum penyelenggara yang juga mengatur undangan bagi pemilih. Lantas, kecurangan pada pencoblosan pun banyak macamnya. Ironisnya, yang terlibat tidak sedikit merupakan oknum penyelenggara.

Kecurangan pada tahap pencoblosan, di antaranya yang kerap dilaporkan adalah kecurangan di TPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang kadang melibatkan banyak pihak. Kecurangan di TPS biasa dilakukan oleh orang-orang yang berpengalaman, termasuk para petahana. Mereka memilih cara itu karena relatif lebih aman dibanding harus bermain setelah pencoblosan di PPS, PPK dan KPUD.

Kenapa relatif lebih aman? Itu karena permainan di PPS, PPK dan KPUD lebih berisiko lantaran mempermainkan rekapitulasi. Selain itu, basis rekapitulasi dari PPS, PPK dan KPUD adalah harus mengacu ke rekap TPS (C1). Jika ada ketimpangan data di PPS desa misalnya, maka tetap saja data yang di TPS acuannya.

Selanjutnya pasca-pencoblosan, Sudirman menyampaikan celah kecurangan masih terbuka. Modus operandinya beragam, mulai dari upaya menyogok atau menekan oknum penyelenggara untuk mengubah data hasil pemilihan hingga manipulasi penghitungan suara saat di tabulasi dengan IT.

“Ya itu ragam potensi, kemungkinan-kemungkinan kecurangan dan sebenarnya masih banyak lagi kemungkinan modusnya. Nah, kita jangan mau kalah, jangan sampai calon kita yang memang benar-benar mau mengabdi untuk rakyat dikalahkan oleh yang curang. Mari kita kawal, pastikan mereka yang terpilih dan disukai rakyat bisa duduk di parlemen,” ujarnya.

Kekhawatiran adanya kecurangan pada Pileg sebelumnya juga disampaikan oleh Caleg DPR RI dari Golkar, Muh Yasir. Ia cukup risau dengan potensi kecurangan yang mengancam pesta demokrasi pada tahun ini. Kerisauan tersebut lahir dari pengalaman caleg nomor urut 5 ini di Pileg 2014 lalu.

“Kecurangan yang nyata bisa terjadi di TPS itu harus dijadikan musuh bersama. Itu bisa sangat mencederai demokrasi dan sangat melukai hati masyarakat,” tegas dia.

Pensiunan pegawai kementerian perdagangan RI ini mengimbau agar pendukungnya memasang mata dan telinga di wilayah masing-masing untuk menangkal segala potensi kecurangan. “Kami benar-benar mempersiapkan diri menghadapi kecurangan,” tutur Muh Yasir SE kepada media ini

Irwan N Raju
BIRO Kab Bone